Tuesday, 5 September 2017

Resensi Novel Hafalan Shalat Delisa

HAFALAN SHALAT DELISA

Related image

A.    IDENTITAS BUKU
Judul               : Hafalan Shalat Delisa
Penulis             : Tere Liye
Sutradara         : Sony Gaoksak
Produser          : Chand Parwez Servia
Desain cover   : Eja-creative|4
Penerbit           : Republika Penerbit
Tempat terbit   : Jakarta
Tahun terbit     : 2008
Halaman          : 266 halaman
Ukuran            : 20,5 x 13,5 cm
Harga              : Rp. 50.000,00
B.     TUJUAN RESENSI

Untuk menambah pengetahuan melalui buku-buku cerita yang banyak mengandung manfaat, melalui tulisan-tulisan ini kita dapat mengambil pembelajaran dari pesan-pesan moral, religius atau sosial yang terkandung didalamnya.  

C.    SINOPSIS
Novel ini menceritakan tentang kisah menyentuh dari seorang anak berusia 6 tahun bernama Delisa, yang hidup bersama Ummi Salamah dan ketiga kakak-kakaknya, yaitu, Cut Fatimah siswa kelas 1 Madrasah Alia, si kembar Cut Aisyah dan Cut Zahra yang duduk dikelas 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Lhok Nga. Sementara Abinya, Usman bekerja di tanker perusahaan minyak Internasional, yang pulang setiap 3 bulan sekali untuk menemui keluarganya. Mereka tinggal bersama dikomplek perumahan sederhana dipinggir pesisir pantai Lhok Nga, Aceh. Keluarga Abi Usman memang bahagia, memiliki empat anak shaleh dengan karakter yang berbeda, dengan sifat Delisa yang manja dan baik hati, Aisyah yang irihati dan egois, Fatimah yang bijaksana, Zahra yang pendiam, menciptakan suasana keributan-keributan kecil pada keluarga itu. Kehidupan mereka berkecukupan. Bertetanggan yang baik dan bersahaja. Apa adanya.
Suatu hari Ummi dan Delisa pergi ke pasar  Lhok Nga untuk membeli kalung emas 2 gram ditoko Koh Acan sebagai hadiah ujian praktek hafalan shalat yang akan dilakukan Delisa untuk di setorkan kepada Bu Guru Nur. Abi  juga akan memberikan hadiah berupa sepedah untuk Delisa, hal itu membuat Delisa semakin bersemangat menghafal lafadz bacaan shalatnya.
Pagi, 26 Desember 2004 itu Delisa akan melaksanakan ujian praktek hafalan shalatnya. Dengan raut wajah tegang, memucat, Delisa mengangkat tangan kecilnya yang gemetar, namun mantap hatinya berkata: Delisa akan khusyu’‘Allaahu-akbar’lantai laut retak seketika. Gempa menjalar dengan kekuatan dahsyat. Vas bunga pecah menggores lengan Delisa. Gelombang itu bergetar menyapu Banda Aceh. Namun sedetik berikutnya sejuta air membuncah keluar, desiran dahsyat ombak menggulung pesisir komplek Lhok Nga, anehnya Delisa tetap khusyu’ membaca lafadz shalatnya. Gelombang itu menghantam tubuh Delisa keras-keras, terpelanting jauh menghantam tembok. Entah kemana Delisa terbawa deru ombak.
Selama 6 hari Delisa tak sadarkan diri, dia ditemukan dengan keadaan yang sangat menyedihkan, mirip seperti mayat. Kini Delisa dirawat dirumah sakit, tak lagi terbaring disemak-semak belukar, tak lagi meminum air hujan, tak lagi kepanasan terkena sinar mentari. Delisa dirawat dengan banyak selang ditubuhnya, kepalanya dipangkas dengan banyak luka jahitan, lebih dari dua puluh jahitan ditemukan disekujur tubuhnya, serta kaki yang telah membusuk terpaksa di amputansi, tangannya diberi gips, sungguh malang nasib gadis kecil itu, walau begitu ia tak pernah mengeluh.
Berkat data-data yang diberikan suster Sophi Delisa dapat bertemu dengan Abinya. Ia menceritakan semua kondisinya tanpa ada raut wajah sedih, Abinya tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya, menerima takdir yang telah di berikan oleh ALLAH. Delisa dan Abi memulai kembali kehidupan dari awal bersama, mulai menerima keadaan pahit yang telah diterima mereka, sejak saat itu Delisa mulai memahami kata ikhlas, ikhlas menghafal hafalan shalat hanya karena ALLAH SWT semata .

Sore itu, Sabtu, 21 Mei 2005, Delisa sedang mencuci tangannya di sungai. Ia terperangah ketika melihat kilauan cahaya dari semak belukar. Kilauan itu berwarna kuning, seperti seutai kalung. Hati Delisa bergetar, bukan karena ia melihat kalung itu berinisial ‘D’, tetapi hatinya bergetar ketika melihat sebuah kerangka manusia yang bersandarkan semak belukar menggenggam kalung emas itu. Itu Umminya, Ummi Salamah.
D.    RANGKUMAN

Alisa Delisa adalah seorang gadis kecil yang ingin menghafal hafalan shalat untuk ujian praktek yang akan dilakukannya didepan kelas. Awalnya dia sangat bersemangat menghafal karena Ummi Salamah membeli kalung emas serta sepedah dari Abi sebagai jaminan kelulusan ujian praktek Delisa. Tapi malangnya bencana tsunami melanda ketika dia menghafal didepan kelas, hal itu membuat Delisa harus kehilangan keluarganya, kehilangan satu kakinya. Namun dia tetap tegar menerimanaya, ia besyukur masih memiliki Abi Usman, cobaan ini membuat Delisa belajar memahami arti keikhlasan, ikhlas menghafal bacaan shalat hanya karena Allah Swt semata,bukan untuk mendapat hadiah dari Ummi dan Abi.



E.     UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL

Ø  Tema        : Perjuangan seorang anak berumur 6 tahun dalam menghafal bacaan shalat serta keikhlasan dan ketegaran dalam menghadapi  segala cobaan yang menimpanya.

Ø  Tokoh/Penokohan:

Tokoh-tokoh dalam novel:

·         Delisa                             : Manja, baik hati, penyayang, sabar, dan pantang menyerah.
·         Ummi Salamah              : Bijaksana, rendah hati, penyayang, perhatian.
·         AbiUsman                     : Baik hati, sayang keluarga, perhatian.
·         Cut Fatimah                   : Tegas, penyayang.
·         Cut Aisyah                    : Egois, iri, dan baik hati.
·         Cut Zahra                      : Pendiam, sabar.
·         Koh Acan                      : Baik hati.      
·         Ustadzt Rahman                        : Baik hati, perhatian.
·         Bu GuruNur                  : Baik hati.
·         Teuku Umam                 : Nakal.
·         Tiur                                : Baik hati.
·         Prajurit Smith/Salam      : Perhatian.
·         Sersan Ahmed               : Tegas.
·         Suster Sophi                  : Baik hati, penyayang.
·         Kak Ubai                       : Baik hati, penyayang.

Ø  Setting

Latar tempat:
·         Pesisir pantai Lhok Nga
·         Rumah sakit kapal Induk
·         Kamar rawat
·         Hutan

Waktu:
·         Pagi hari
·         Siang hari
·         Malam hari
·         Dini hari

Suasana:
·         Senang
·         Sedih
·         Haru

Ø  Sudut Pandang: Sudut pandang yang digunakan penulis dalam novel ini, yaitu sudut pandang orang ketiga. Hal ini dibuktikan oleh penulis yang selalu menyebut nama tokoh  pemeran dalam novel.

Ø  Alur: Dalam novel ini alur yang digunakan adalah alur campuran (maju mundur). Hal ini dapat dibuktikan ketika tokoh utama kembali mengingat ke masalalu (membayangkan) saat-saat dulu ia bersama keluarganya.

Ø  Gaya Bahasa:
·         Menggunakan bahasa sehari-hati
·         Bahasanya mudah dipahami

Ø  Amanat:
1.      Setiap permasalahan pasti ada jalannya.
2.      Jangan menyerah dengan keadaan, tetap bertahan, berjuang, dan tegar untuk menghadapi segala ujian.
3.      Bersyukur dan tetap ikhlas atas segala pemberian ALLAH SWT.

F.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN NOVEL

·  Kelebihan  : Novel ini menarik dan bacaannya mudah dipahami, dikemas dalam tulisan-tulisan sederhana namun sangat menyentuh.  Mengandung nilai raligius dan nilai sosial yang kental. Dalam novel ini tercipta keharmonisan dalam keluarga, saling tolong menolong dan hidup bertetanggan yang baik. Kisah ini mengandung banyak kisah inspiratif, dari kisah seorang anak berumur 6tahun yang berjuang untuk menghafal bacaan shalat untuk dapat dipraktekkan dengan sempurna. Dia juga telah banyak menerima segala ujian dari Allah, namun ia selalu ikhlas dan tegar menjalaninya, tanpa mengeluh. Kita dapat mengambil manfaat positif dengan meneladani nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya. Serta dalam novel ini terdapat kalimat-kalimat indah yang di tulis oleh penulis semakin membuat novel ini menarik.

·  Kelemahan : Dalam novel tidak ada daftar isi, kata pengantar dan sinopsis. Dan, biografi penulis yang ditampilkan tidak lengkap.

·  Saran         : Seharusnya diberi daftar isi, kata pengantar dan sinopsis.

0 comments:

Post a Comment