اسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Pertama
tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Dia lah Allah yang
Maha Pengasih, Maha penyayang. Yang tak pernah pilih kasih tak pernah pilih
sayang, yang nikmatnya selalu terkucur tak terbilang. Dan karena nikmat itulah kita dapat bertatap
muka beradu pandang di acara yang penuh kasih sayang.
Betul ?
Yang kedua sholawat
serta salam tak lupa kami curahkan kepada putra abdullah junjungan alam,
seorang palawan yang tak pernah mencari lawan, seorang proklamator dan tak
menjadi seorang koruptor, dan seorang prokalamsi yang tak pernah buruk hati.
Siapa lagi kalau bukan, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari masa
kegelapan menuju masa yang terang benderang yang diterangi oleh iman, islam dan
ikhsan.
Hadirin
Rahimakumullah.
Sudah menjadi fakta pada sejarah
nasional, bahwa kemerdekaan yang direbut dari tangan para penjajah mayoritasnya
direbut oleh para pejuang pejuang muslim, yang dipimpin oleh para berbagai
kalangan seperti, kiai, ustad, tokoh agama dan lain lain. Semua yang mereka
lakukan bukan semata mata memenuhi panggilan dari ibu pertiwi untuk merdeka
namun panggilan suci yang berasal dari ketauhidan dan keimanan. Semangat
nasionalisme para pejuang islam membuat kita dapat merasakan indahnya
kemerdekaan yang dapat kita rasakan.
Oleh karena itu, untuk membahas
lebih lanjut tentang nasionalisme pada kesempatan kali ini izinkanlah kami
menyampaikan syarahan yang terangkai dalam sebuah judul : “NASIONALISME
DALAM KONSEP ISLAM” yang berlandaskan firman Allah dalam Q.S. An-Nisa ayat
59 :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa : 59)
Hadirin
Rahimakumullah.
Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam Tafsirnya juz 3 Halaman 72.
Menjelaskan ayat ini adalah perintah kepada orang yang yang beriman agar mematuhi Allah serta
mengamalkan Al-Qur’an, dan mematuhi sunnah Rasul, serta mematuhi ulil amri yang
meliputi pemerintah, para hakim, para ulama, pangilma berang yang menjadi
rujukan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Jika kita lebih mendalami makna tesebut, maka ayat ini adalah
landasan bagi orang yang beriman untuk hidup berbangsa dan bernegara. Namun
hadirin kita harus hidup berbangsa dan bernegara harus sesuai syariat islam,
bukan sesuai kehendak diri kita. Kita masyarakat yang mempunyai sifat
nasionalisme mempunyai harga diri yang tinggi, kita bukan masyarakat yang seharga
dengan sandal swallow. Dibayar 100 ribu langsung mau ini itu,pilih ini pilih
itu, tapi setelah dibayar kita seperti di injak injak bagai sandal, jalan
kesini jalan kesana demo ini demo itu dan bingung karena hidup mengapa jadi gini jadi begitu.
Jika sudah terjadi seperti itu, akan banyak orang yang demo
ketengah jalan dan menyebabkan permusuhan, betul? Akan banyak dari kita yang
awalnya saling kenal menjadi tak saling kenal, betul? Dan banyak dari kita yang
awalnya bersatu dapat menjadi berseteru, betul? Kita sebagai warga nasionalisme,
sudah seharusnya memahami arti ukhuwah secara umum dan itu merupakan pengamalan
dari “hablum minan naas”. Oleh karena itu marilah kita sebagai warga bangsa,
mari kita bangkit dan berdiri karena kita sedang terjajah walau tak tersadari.
Mari kita mempererat persatuan dan kebersamaan karena kita terjajah dan akan
sengsara lama kelamaan. Takbir...Takbir...Takbir...
Hadirin
Rahimakumullah
حُبُّ
اْلوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
“Cinta tanah air adalah sebagian dari iman”
hadist ini adalah hadist maudhu’ sebagaimana disebutkan dalam kitab Tahqiq
Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh, hal.110, no.190]
Banyak orang yang memakai hadist maudhu’ ini untuk memompa rasa
patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia. Dengan keyakinan bahwa hadis ini
datang dari Rasulullah, ummat islam banyak yang membela mati-matian batas-batas
negerinya tanpa memperdulikan diatas aturan apa negeri tersebut dibangun.
Jika negeri tersebut dibangun atas dasar islam dan berusaha
menerapkan syari’at islam disetiap lininya, maka wajib bagi ummat islam untuk
membelanya. Akan tetapi jika negeri tersebut dibangun bukan diatas syari’at
islam, melainkan syari’at kekufuran, maka bagi seorang muslim haram membela
peperangan tersebut, karena peperangan yang tidak dijalan Allah adalah dijalan
toghut.
Secara tidak sadar, bangsa kita sedang terjajah, meski bukan
secara fisik, tetapi secara ekonomi, intelektual budaya bangsa, sehingga mengikis peradabaan,
melemahkan keyakinan, dan memumpuk perpecahan, dengan segala propaganda yang
dikeluarkan, seperti inilah nampak pada pemberitaan. Jika sudah seperti ini,
apa yang harus kita lakukan? Sebagai jawabanya mari kita renungkan firman
Alllah dalam Q.S. Al- Hujurat ayat 10 :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Q.S. Al-Hujurat : 10
Hadirin
Rahimakumullah
Kata Ikhwatun menurut Prof. Dr. M. Quraihs Shihab adalah
persaudaraan yang terjalin diantara sesama muslim adalah persaudaraan yang
berganda. Pertama, karena dasar keimanan. Kedua, karena dasar keturunan. Bedasarkan
penelasan tersebut,bahwa Allah melarang islam untuk berpecah belah sesama kita.
Oleh karena itu, marilah kita mebuka kesadaran, menghilangkan perbedaan, agar
bangsa dan agama kita mendapatkan kemajuan dan membuat para warga kita makmur
sejahtera bukan seperti sengsara bagai
sandal swallow. Dan pastinya dengan berpedoman dengan Al-Qur’an mari
kita satukan hati dan jiwa untuk eratkan persaudaraan.
Hadirin
Rahimakumullah
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa. Kita
harus berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunah Nabi dalam membentuk warga
yang nasionalisme yang berarti tak ada perpecahan, saling berjuang untuk
mendapatkan kemerdekaan, dan tidak saling bermusuh musuhan namun saling mengisi
kekurangan dalam memenuhi setiap kebutuhan bangsa dan negara. Dengan demikian
Insyallah bangsa kita akan makmur dengan rakyat yang berbudi luhur sehingga
Rahmat Allah pun akan terkucur seperti air mancur. Aamiin yaa robbal
‘Alamiin...
واسلام عليكم ورحمة الله
وبركاته